Nilai
Rapor, Senyum dan Air Mata
Ketika pengumuman kelulusan itu tiba
Orang tua dan anak-anak tersenyum bahagia
Sebab satu tahap telah terlewati bersama
Lulus, satu kata itu kini telah digenggamannya
Tapi, itu mungkin
kebahagiaan sesaat saja.
Perjalanan panjang
telah menanti di depan mata
Melanjutkan sekolah,
itulah yang pertama
PPDB akan menjadi
penentu nasib mereka
PPDB akan melahirkan senyum bahagia dan air mata
Mereka yang lulus akan melonjak, berteriak riang
gembira
Tapi, mereka yang belum beruntung akan bermuram
muka, berlinang air mata
Terasa diri begitu kecewa karena belum mampu membuat
bahagia orang tua
Siapa sangka nilai
rapor itu kini “mengadili” nasib mereka
Siapa bilang nilai
akademik itu tidak penentu masa depan anak bangsa
Kini, nilai rapor itu
akan berbuah bahagia dan juga luka
Siapa yang tahu betapa
perih dan kecewanya hati mereka yang gagal karenanya
Haruskah mereka menyalahkan sekolah yang terlalu
rendah KKM nya?
Ataukah mereka harus menyalahkan guru yang terlalu
pelit memberi nilai?
Ataukah mereka harus menyalahkan guru sekolah lain
yang terlalu mengobral nilai?
Ataukah mereka harus menyalahkan “sistem” yang
membuat nilai setiap sekolah beragam?
Ataukah mereka harus menyalahkan Corona yang membuat
UN dibatalkan?
Ataukah mereka harus menyalahkan diri sendiri yang
belum maksimal belajar?
Ataukah mereka justru harus menyalahkan takdir
Tuhan?
Sudahlah Nak…!
Tidak perlu kita saling menyalahkan
Mungkin inilah saatnya kita bersama untuk
introspeksi diri
Membuka cakrawala yang lebih luas, menakar yang
lebih bijak
Agar mimpimu tak lagi tenggelam di telan zaman.
Maafkan kami, bila engkau kecewa.
Padang, 5 Juni 2020
Junaidi ( Gupres Nasional 2014 )
Kepala SMPN 5 Padang
Junaidi ( Gupres Nasional 2014 )
Kepala SMPN 5 Padang
Garesan puisi sahabatku guru berpresasi
tingkat nasional 2014 sangat menyentuh relung hatiku yang terdalam. Menyayat
namun masih diiringi dengan rasa yang berat untuk menentukan nilai rapor yang
harus dicetak saat keadaan pandemi seperti saat ini. Tak terbayangkan proses
yang dilalui hingga nilai raport ini
bisa tergores dengan sebuah niat memberikan keadilan untuk semua peserta
didik.
Teringat peserta didik yang malas bahkan
sangat malas hingga absensi kehadiran di sekolah dinyatakan dengan warna
merahpun haris mendapat nilai yang layak demi kondisi pandemi ini. Tak tahu apa
yang disangkakan menepis semua perbedaan nilai yang ada dengan sebuah alasan
pandemi. Tak apalah kata bijak saat ini untuk sebuah penciptaan nilai yang
membantu peserta didik. Karena sebuah keterbatasan semua harus ditanggung agar
nilai ini berkeadilan untuk semua.
Bukan tak pandai merasa namun ada yang
serasa tak ikhlas mengingat terdapat ketidak
harmonisan antara peserta didik yang malas dan peserta didik yang rajin. Namun
sekali lagi dengan alasan pandemi untuk yang malaspun harus diberikan suntikan
pertolongan untuk dapat melewati nilai yang kritis yang akan mengakibatkan
peserta didik akan tinggal kelas.
Begitulah serasa tidak bisa diungkapkan
bagaimana guru memendam iba saat proses belajar yang selalu tidak menjadi
prioritas. Saat tugas daring berlangsung banyak peserta didik dengan seribu satu
alasan untuk bisa menghindari tugas tugas yang menjadi kewajibannya.
Bukan bermaksud mencari salah siapa atas
keadaan ini, namun disadari atau tidak penentuan nilai disaat pandemi ini
begitu menyulitkan guru untuk tetap berbuat bijaksana dan adil terhadap peserta
didik. Maka jika suatu saat ada yang dikecewakan dengan nilai yang sudah
tertoreh saya selaku pembuat nilai meminta maaf. Namun yang terpenting adalah
anak anakku harus mengevaluasi diri mengapa nilai yang terorehkan seperti itu.
Semoga ibu selaku guru kalian bisa berbuat adil dalam penentuan nilai ini dan
anak anakku akan berbahagia dengan nilai yang didapat. Aamiin
Mataram Selasa 9 Juni 2020
Nanik Yuliani
(Gupres Nasional 2014)
Guru SMP N 9 Mataram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar