Senin, 21 Desember 2020

AWAL LIBUR SEMESTER GANJIL 2020

                     Pandemi belum berlalu

        Tidak terasa saat libur semester telah tiba dipenghujung tahun 2020. Keadaan tidak banyak berubah pandemipun belun berlalu bahkan cenderung membangun kecemasan yang makin membumbung. Mulai dari perubahan diberlakukannya perubahan terhadap rapid untuk perjalan yaitu dari rapid antibody menjadi rapid antigen membuat buyar angan angan untuk melakukan perjalanan. Selain itu juga banyaknya informasi yang berseliweran di sosial media tentang vaksin covid 19 yang belum diketahui kejelasannya. Selain itu juga berita tentang keadaan negari ini tak kalah mencengangkan dan membuat miris dan prihatin mulai dari korupsi oleh para menteri hingga tindakan semena mena aparat terhadap anggota FPI. 
        Itulah kegalauan yang sedang terasa berat dalam pikiran dalam menikmati libur semester kali ini. Namun untuk membanguan pikiran yang positif agar daya tahan tubuh bisa terkawal dengan baik maka harus mencoba merenda makna dalam waktu yang telah tersedia untuk mencoba menikmatinya.
        Pagi ini diawali dengan jalan pagi 30 menit dengan protokol covid memutari komplek rumah kami yang dibagian tertentu masih terdapat lahan kosong berupa sawah. Pagi itu sawah baru selesai di panen aroma jerami basah terguyur air hujan semalam sangat khas mengharumkan udara pagi itu. 
        Rasa syukur yang tiada henti menyeruak dalam hati Allah masih memberikan kesempatan menikmati keindahan alam yang nampak anggun dan terbalut kesempurnaan. Dalam perjalanan kembali matahari mulai mengintp dengan menebar merah cantiknya yang sangat memikat mata untuk menikmatinya. Ya Allah anugrahmu begitu sempurna untuk dinikmati dan tentunya disyukuri.
        Dalam perjalanan pulang bertemu dengan beberapa tetangga yang juga melakukan aktifitas yang sama. Sudah cukup lama kami tidak melakukan aktifitas warga seperti arisan warga maupun pengajian rutin warga karena adanya pandemi. Terasa kerinduan untuk bercengkerama dengan para tetangga namun kita selalu dibatasi oleh protokol kesehatan. Inikah yang namanya tatanan kehidupan baru itulah tafsir yang muncul dalam sanubari.
        Sepanjang perjalanan pulang bagai membisu mencari jawaban dari segala rupa kejadian yang terjadi beberapa saat sembari joging ringan ala emak emak yang sudah tidak muda lagi. Seakan kehilangan silaturakhim dengan sesama kehangatan dan keakaraban sirna sudah. Sedih menggelayuti hati ini, terbayang kapankah semua ini akan berlalu. 
        Tak terasa sudah dekat dengan rumah, karena asyiknya meladeni rasa yang terbersit dalam pikiran sampai lupa untuk membeli margerine sebagai olesan untuk membuat roti bakar sebagai teman minum teh manis sembari menunggu keringnya keringat untuk mandi dan bersiap sholat dhuha.
        
        

Tidak ada komentar:

Posting Komentar