Antara Genose dan Swab Antigen
Hari itu si bungsu akan kembali ke tempat kuliahnya di Semarang untuk memulai perkuliahan setelah hari raya Idul Fitri. Rute yang di pilih adalah Mataram Solo dengan penerbangan Lion Air pukul 12.55 Witeng dengan transit di Ngurahrai Bali. Rute Mataram Solo kemudian akan lanjut ke Semarang dengan menggunakan Travel. Si bungsu memilih rute ini karena selisih harga tiked penerbangan yang sangat signifikan maklum pola pikir mahasiswa. Cari yang minimalis.
Dimasa pandemi seperti saat sekarang ini tentulah bepergian menggunakan syarat yaitu surat keterangan kesehatan dengan negativ Covid 19. Dengan bersumber pada sosial media bahwa Bandara Internasional Lombok (BIL) telah menyediakan pelayanan pemeriksaan bebas Covid 19 dengan menggunakan Gonuse maka bungsu lebih tertarik untuk menggunakan Genose dari pada Swab Antigen. Lagi lagi alasan ekonomis yang mendasarinya, selain itu memang dengan Genose lebih sederhana tidak perlu mengambil sample dari hidung hanya menggunakan hembusan napas saja. Untuk Genose dikenakan tarif empat puluh ribu rupiah sedangkan untuk Swab Antigen dikenakan tarif seratus tujuh puluh ribu rupiah.
Setelah tiba di BIL bungsu langsung menuju tempat pelayanan pemeriksaan kesehatan, tampak sedikit ramai dan terjadi antrian. Dengan selisih tarif pelayanan yang sangat menyolok dan kurangnya niat baik dari para petugas kesehatan di lapangan, sebagian besar para calon penumpang pesawat ini diarahkan untuk menggunakan Swab Antigen dengan alasan kalau Genose membutuhkan waktu lebih lama. Timbul tanya dalam diri seperti informasi yang didapat dari berbagai media masa bahwa Genose membutuhkan waktu yang lebih cepat untuk mengetahui hasil pemeriksaan. Mengapa di lapangan kenyataan seperti ini, apakah ini moral anak negeri yang tidak pandai menyukuri nikmat.
Sudah ditemukan alat karya anak bangsa dengan tarif yang bisa dijangkau dengan harapan dapat membantu masyarakat yang sudah tertimpa dan terhimpit situasi pandemi tapi masih ada juga oknum pelayan anak negeri yang tidak ingin bantuan ini dinikmati oleh masyarakat luas. Mental yang ingin memperkaya diri sendiri dan tidak peka terhadap lingkungan inilah yang sedang menjamur di ibu pertiwi. Ratapan ibu pertiwi tak menjadi hirauan mereka. Yang penting dapat mengantongi pundi pundi yang berlipat meski harus dengan berbohong alias menutupi kebenaran dan menindas hak orang lain
Generasi anak cucu kita haruslah berbekal karakter positif yang kuat serta dengan kepekaan terhadap sosial yang berlipat. Perkembangan dunia dan teknologi seakan merubah peradaban dan hati nurani. Hanya unsur untung dan rugi yang menjadi capaian dan kejaran. Semoga kita semua masih Allah berikan hati yang peka terhadap keadaan sosil di sekitar kita sehingga masih mampu membedakan yang benar dan yang salah serta mampu mengukur antara hak dan kewajiban.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar